Mei 1998, Benturan Lima Kekuatan

 

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

Mei 1998. Tepatnya tanggal 21. Merupakan salah satu momentum paling bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pukul 09.000 WIB. Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai presiden.

Pernyataan itu sebagai respon tuntutan gelombang gerakan reformasi. Tuntutan itu menggema di berbagai wilayah. Beriringan dengan kondisi bangsa pada titik lemah akibat krisis moneter.

Salah satu tuntutan gerakan itu meminta Presiden Soeharto mengakhiri jabatan. Ia sedikit dari pemimpin puncak Nusantara paling lama menjabat. Melewati dekade ketiga dalam kepemimpinan.

Presiden Soeharto sudah menjabat selama empat windu. Setiap windu berdurasi 8 tahun. Artinya (kurang lebih) sudah 32 tahun memimpin bangsa ini. Satu siklus lengkap (empat windu) dalam siklus kalender Jawa. Tidak banyak pemimpin tertinggi Nusantara mampu menjabat sepanjang itu. Bahkan sejak era sejarah kerajaan kuno. Capaian Presiden Soeharto itu tergolong langka.

Gerakan reformasi tidak sebesar gerakan massa 212 tahun 2016 di Jakarta. Melawan penistaan agama dengan tokoh antagonisnya Basuki Tjahaya Purnama, Ahok. Tapi gerakan reformasi direspon sungguh-sungguh oleh Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto tidak perlu waktu lama bernegosiasi dengan gerakan reformasi. Ia hanya menanyakan, “sungguhkah rakyat ini menginginkan saya mengakhiri jabatan?”. “Apakah situasinya lebih baik jika saya berhenti?”. “Apa selepasnya ada jaminan stabilitas bangsa?”.

Setelah para pimpinan gerakan reformasi meyakinkan waktunya berakhir, Presiden Soeharto tanpa berat hati menyatakan berhenti dari jabatan. Suksesi kepemimpinan nasional itu tanpa menelan korban lebih banyak. Presiden Soeharto mengestimasikan akan ada 500 korban jiwa jika harus membungkam gerakan reformasi secara paksa. Sebagaimana kasus Tiananmen RRC.

Lihat juga...