Seberapa efektifkah framming negatif, atau pembingkaian berita/ kisah negatif terkait paslon 02?. Jika menilik beragam survei, bingkai negatif itu tidak berpengaruh terhadap trend elektoralnya yang justru semakin melonjak.
Apa saja framming negatif terhadap Prabowo itu. Kita cari beberapa dari yang paling kuat saja.
Pertama, framming sebagai sosok ambisius. Sudah berkali-kali mencalonan, gagal. Kenapa masih mau mencalonkan. Kenapa ndak mundur saja. Begitu kata sejumlah hatter-nya.
Enteng saja Prabowo menjawab framming itu. Di sejumah podcast ia menekankan sudut pandangnya. Ia di didik sebagai Saptamargais. Termasuk di dalamnya harus setia dan membela Pancasila.
Maka ketika tersedia kesempatan berjuang untuk negara, itu maknanya panggilan perjuangan. Pantang bagi prajurit untuk lari dari medan perjuangan. Masuk akal juga kan argumentasinya?.
Faktanya ia bukan saja memimpin, akan tetapi juga memiliki partai. Karena partai itu ia bangun dari bawah. Tidak banyak orang yang dipercaya rakyat membuat dan memiliki partai dengan dukungan yang relatif besar.
Banyak orang membangun partai tapi gagal. Atau kecil saja jumlah dukungan rakyat yang di dapat.
Ujung perjuangan kepartaian adalah kontestasi kepemimpinan nasional. Untuk menyumbangkan sumberdaya yang dimilikinya bagi kepentingan bangsa.
Elektabilitas Prabowo juga tinggi. Termasuk tiga besar tertinggi pada awal-awal pencalonan. Bahkan terbukti kini terus menanjak.
Kepemilikan kendaraan politik dan tingginya elektoral merupakan tanda panggilan rakyat. Maka pantang untuk menghindar dari arena perjuangan politik. Walau harus kalah berkali-kali.