Radhar Panca Dahana menulis tentang Pak Harto sebagai; “Sosok yang terlalu banyak mendapat khianat dan fitnah, yang memendam semua duka bangsa ini dalam hati dan senyumnya yang tak henti.”
Salah satu fitnah itu pada artikel yang tayang di sripoku.com berjudul; Sosok Alex Kawilarang satu-satunya Prajurit TNI Pernah Tampar Presiden Soeharto”, ditulis; “Penempelengan tersebut terjadi ketika Kawilarang (1951) menjabat sebagai Panglima selaku atasan dari Letkol Soeharto. Bagaimana mungkin menyebut penamparan itu pada September 1951 karena Brigade Garuda Mataram dipimpin Letnan Kolonel Soeharto meninggalkan Makassar bulan September 1950, seperti ditulis AE Kawilarang di buku hal 219; Untuk Sang Merah Putih, oleh Ramadha KH.
Pada saat pemberontakan PRRI/Permesta meletus, Kawilarang sebagai Atase Militer di Amerika mengundurkan diri dan kemudian bergabung dengan PRRI/Permesta.
Setelah pemberontakan itu dapat ditumpas, melalui Keppres 322/1961, nama baik Kawilarang dipulihkan akan tetapi pangkatnya diturunkan dalam dinas TNI menjadi Kolonel Purnawirawan.
Sedangkan David Jenkins, dalam buku; Soeharto & Barisan Jenderal Orba, Rezim Militer Indonesia, 1975-1983—menulis, bahwa Kawilarang pernah menegur Soeharto namun tidak sampai melakukan penamparan.
Sedangkan Kawilarang kepada jurnalis Kelik M Nugroho dimuat di majalah TEMPO, edisi 10 Mei 1999, berkelindan dengan pernyataan Aloysius Sugianto. Kawilarang menyangkal cerita soal penamparan itu yang katanya baru muncul 1970-an. “Wah, itu tidak benar. Saya tidak tahu mereka memutarbalikan cerita itu,” ujar Kawilarang. Yang benar, penamparan itu justru dilakukan oleh Soeharto. Korbannya adalah Letnan Parman, salah seorang anak buah Kawilarang.