Malang

CERPEN SITI HAJAR

Kejadian itu terjadi pada pagi hari, ketika ia mengurungkan niatnya untuk melanjutkan dagangannya karena merasa pusing. Meski keteguhan hatinya memberi kekuatan untuk tetap bekerja, namun secara fisik badannya sudah di ambang batas dan tidak sanggup lagi menahan rasa lelah.

Hari yang begitu melelahkan itu membuat badannya terasa sangat lemas dan kepala sangat pening. Mungkin karena ia terlalu lelah bekerja dan kurang tidur.

Ia pun memutuskan pulang dan beristirahat. Namun, apa yang dilihatnya ketika masuk kontrakan adalah istrinya tengah bercumbu dengan pemilik kontrakan.

Mata Janari memerah, degup jantungnya berdetak cepat dan darahnya terasa panas menahan marah. Kini hatinya terasa lebih sakit dari pada menahan badan yang lelah atau kepala yang pening.

Namun, ia kehilangan kata-kata, ia hanya memukul-mukul tembok dan pergi begitu saja meninggalkan istrinya dan pemilik kontrakan yang ketakutan.

Ia terduduk lesu menatap gerobak yang masih penuh dengan dagangan yang belum terjual. Langit yang selalu menemaninya seakan runtuh, meruntuhkan semua harapannya, membuyarkan semua angan-angan akan masa depan yang didambakannya.

Ia bertanya-tanya dosa apa yang ia perbuat, sehingga beban hidupnya terlalu berat untuk ia pikul. Siang malam ia bekerja keras, kehilangan batas waktu. Tidak ada ujung malam atau permulaan siang.

Baginya siang dan malam adalah sama, tak ada jadwal tidur, tak ada jadwal makan. Semua dilakukan dengan mencuri waktu. Tapi apa balasan yang ia dapat? Kemalangan demi kemalangan yang tiada henti dalam hidupnya.

Terkadang suratan memang sungguh kejam. Ada orang-orang yang bahkan bekerja semaunya, mengambil hak orang lain dan hidup dalam kemewahan dan kenyamanan. Namun, ada orang yang bekerja sangat keras, namun keberuntungan tetap tidak pernah menghampirinya.

Lihat juga...