Usaha Ikan Teri Gerakkan Roda Perekonomian di Pulau Pasaran

Editor: Koko Triarko

Sunarsih, mengaku berasal dari wilayah Lempasing. Sejak pagi ia telah berangkat dari rumahnya untuk menyortir ikan. Pekerjaan itu semula diperoleh dari ajakan sang kawan yang terlebih dahulu bekerja di sektor pengawetan ikan teri tersebut. Meski setiap hari mendapat upah kisaran Rp50.000 hingga Rp75.000, hasilnya bisa membantu ekonomi keluarga.

“Saya diantar suami dengan motor untuk melakukan penyortiran ikan teri bersama puluhan tenaga kerja wanita lainnya,” ungkapnya.

Upah harian, sebut Sunarsih tidak menjadi patokan. Sebab, saat sang bos sebagai produsen tengah mengalami keuntungan penjualan, sejumlah pekerja bisa mendapat bonus tambahan. Saat mendekati hari raya, pekerja juga mendapat tunjangan hari raya (THR) berupa uang tunai, makanan dan minuman ringan. Ia menyebut, jika dikalkulasikan hasil upah bisa menghidupi keluarga.

Sektor usaha pengawetan ikan teri juga memberi hasil bagi Firmansah dan Slamet. Sejumlah warga Kota Karang memodifikasi motor roda dua menjadi roda tiga. Menyerupai becak bermotor, Firmansah bilang kebutuhan moda transportasi itu sangat vital. Sebagai alat angkut, jasa diberikan untuk tenaga kerja dari pulau Pasaran yang akan pulang. Saat teri kering telah dikemas, ia akan mengangkut dan mengirimnya ke distributor.

“Hari ini saya mendapat order mengangkut garam dari distributor ke lokasi perebusan ikan teri,” ulasnya.

Slamet, memodifikasi motor untuk mengangkut pekerja. Para pemilik motor roda tiga akan mematok tarif Rp5.000 hingga Rp10.000 per orang. Sistem borongan juga diterapkan olehnya saat mendapat order mengangkut kotak kardus berisi ikan teri.

Ekonomi saling berkaitan dari sektor usaha pengawetan ikan, sebutnya, menjadi peluang usaha bagi warga. Hasilnya, perputaran uang cukup lancar di pulau Pasaran yang dikenal sebagai sentra pengawetan ikan di Bandar Lampung.

Lihat juga...