Usaha Ikan Teri Gerakkan Roda Perekonomian di Pulau Pasaran
Editor: Koko Triarko
Sobirin menyebut, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam satu siklus produksi ikan teri yang diawetkan cukup beragam. Fase pertama, ikan teri hasil tangkapan nelayan dipindahkan dari perahu bagan apung, bagan congkel ke darat. Buruh atau pekerja pengangkutan akan memindahkan ke lokasi perebusan. Fase selanjutnya proses pengeringan memanfaatkan sinar matahari. Saat musim kemarau, pengeringan berlangsung cepat dalam sehari.
Pekerjaan fase selanjutnya, proses sortasi. Proses penyortiran atau pemilahan kerap dilakukan saat ikan teri telah kering sempurna. Setiap produsen ikan teri menyesuaikan jumlah ikan yang diproduksi. Rata-rata produksi bisa mencapai satu hingga lima ton. Pemilahan ikan teri buntiau, jengki, katak dan nasi dilakukan pada area beratapkan asbes.
“Satu produsen bisa menyerap tenaga kerja belasan hingga puluhan orang laki-laki dan wanita,” ujarnya.
Sobirin yang telah menekuni usaha itu selama belasan tahun, mengaku bisa memberi upah Rp500.000 hingga Rp1juta per hari. Upah diberikan pada sejumlah wanita penyortir ikan teri dan pekerja perebusan dan pengeringan. Total serapan tenaga kerja untuk produksi teri pada belasan produsen bisa mencapai ratusan orang per hari. Makin banyak hasil tangkapan akan bertambah serapan tenaga kerja.
Tenaga kerja wanita yang dominan digunakan, sebut Sobirin telah dikoordinir, untuk menyesuaikan jumlah kebutuhan tenaga kerja. Saat hasil tangkapan ikan teri berkurang, jumlah tenga kerja yang digunakan akan terbatas.
Meski bekerja sebagai penyortir ikan, sebagian wanita bisa mendapat upah Rp1juta selama 20 hari. Beberapa di antaranya bisa mendapat upah lebih.