Kurangi Volume Sampah Organik, Kelola dengan Sistem Magot

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Meskupun budi daya magot baru dikembangkan satu tahun, hasilnya cukup menggembirakan. “Sudah tiga kali penetasan, dan sekali panen menghasilkan 10 kilogram ulat magot,” ujarnya.

Dikatakan dia, sejak berbentuk telur lalat, magot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari dan siap untuk dipanen.

Sedangkan siklus dari larva menjadi magot hingga menjadi pupa membutuhkan waktu, yakni sekitar 40 sampai 44 hari.

Untuk 5 kilogram ulat magot sanggup mengonsumsi 15 kilogram sampah organik. Ini berarti kata dia, 15 kilogram magot yang berkembang biak selama ini telah menghabiskan 45 kilogram sampah. Sehingga jumlah ini bisa membantu pengurangan sampah organik di Jakarta secara signifikan.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa magot ini merupakan larva serangga Black Soldier Flies (BSF) yang dapat mengubah material organik menjadi biomassa.

Magot ini juga mempunyai kemampuan mengurai sampah organik 1-3 kali dari bobot tubuhnya selama 24 jam. Bahkan, bisa sampai 5 kali bobot tubuhnya.

Bahkan sebutnya lagi, magot jenis ini sering dibudi dayakan karena kaya nutrisi dan tidak membawa sumber penyakit layaknya lalat hijau.

Menurutnya, pengolahan sampah organik dengan sistem magot ini telah dilakukan setahun lalu dengan membuat kandang seluas 3×3 meter di lahan kosong di tepi Waduk Rawa Dongkal.

Amir berharap budi daya magot ini dapat mengurangi sampah rumah tangga di wilayah Ciracas hingga 20 persen.

Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur, Hermansyah mengatakan, budi daya magot sebagai solusi paling potensial untuk mengurangi volume sampah karena tidak ada sisa pembuangan.

“Melalui sistem ini, sampah organik rumah tangga, dikonversikan menjadi protein dalam bentuk pupa dari Black Soldier Flies,” ujar Hermansyah.

Lihat juga...