KNTI: Ketimpangan Masih Terjadi di Industri Perikanan Indonesia
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Ketimpangan masih terlihat dalam industri perikanan Indonesia. Walaupun Permen KP 18/2021 sudah memberikan titik terang dalam upaya mengisi ketimpangan yang ada, tapi masih membutuhkan jalan panjang untuk mencapai perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menyatakan hingga saat ini masih terjadi ketimpangan baik vertikal maupun horisontal dalam industri perikanan Indonesia.
“Kalau kita lihat potensi ikan Indonesia, 60 persen ada di wilayah timur Indonesia dan 40 persen ada di wilayah barat. Tapi armada perikanan Indonesia, tercatat 59 persen adanya di wilayah barat. Dan pelabuhan perikanan, 69 persen adanya di barat. Di timur hanya 31 persen. Pemanfaatan ikan juga begitu, di barat Indonesia angkanya mencapai 64 persen, sementara di timur hanya 36 persen,” kata Riza dalam Bincang Bahari Online, Selasa (27/7/2021).
Artinya terjadi ketimpangan horisontal sarana dan prasarana produksi, yang menjadi kendala dalam peningkatan produksi perikanan dan distribusi kesejahteraan. “Sehingga tidak terjadi korelasi antara sumber daya ikan dengan potensinya,” ujarnya tegas.
Dalam aspek vertikal, 76 persen armada penangkapan Indonesia berada di wilayah zona 12 mil laut, yang izinnya di pemerintah daerah. Dan hanya ada 26 persen yang ada di ZEE yang berizin pusat.
“Dan untuk di laut lepas, per Juni 2021, hanya ada 500 kapal ikan Indonesia yang melakukan aktivitas penangkapan ikan. Kalau kita bandingkan dengan data 2014, itu ada sekitar 2.000 kapal Indonesia yang melakukannya,” ujarnya lagi.
Dalam situasi seperti inilah, ia menyatakan, yang menjadi penyebab konflik. Baik antara nelayan kecil dengan kecil, nelayan kecil dengan menengah atau nelayan besar yang berlaku curang dan memasuki wilayah perairan dangkal.