Ahli Epigrafi Ungkap Penafsiran Ulang Prasasti Ranu Kumbolo

Editor: Makmun Hidayat

Sehingga, ia menyimpulkan bahwa dua penemuan ini menunjukkan bahwa penulisan angka tahun dengan memperhatikan urutan satuan, merupakan budaya yang umum bagi masyarakat gunung.

“Kondisi atau cara penulisan ini tidak ditemukan pada penulisan yang dilakukan oleh keluarga raja-raja atau penguasa. Baik tingkat rakai maupun maharaja,” ucapnya.

Pertimbangan selanjutnya adalah dari jarak, yaitu antara Merbabu dan Ranu Kumbolo ini sangat jauh. Sehingga memberikan petunjuk bahwa culture area kebiasaan ini sangat luas.

“Bahwa budaya gunung yang menuliskan angka tahun ini tersebar dari Jawa bagian tengah hingga bagian timur. Di Jawa bagian tengah, kecenderungan ini terlihat di Muria,” ucapnya lagi.

Ia menjelaskan bahwa aksara Prasasti Ranu Kumbolo ini disebut sebagai aksara gunung atau budo. Dengan budo disitu bukan lah merujuk pada agama Budha tapi merujuk pada tulisan yang sudah lama sekali.

“Aksara budo ini digunakan pada masyarakat Jawa Tengah dan lereng gunung yang merujuk pada suatu masa yang sudah lama sekali atau kuno atau dalam manuskrip modern disebut sebagai kalutuk. Kalau pernah dengar tentang kereta api klutuk, ya itu maksudnya kereta api yang tua atau kuno dengan mesin yang sudah lama umurnya,” urainya.

Aksara yang tren antara abad 15 dan awal abad 16 ini digunakan dan dikembangkan oleh masyarakat yang menempati asrama, kadewaguruan dan mandala, yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan.

“Dari beberapa hasil temuan dan pendalaman literasi ini, akhirnya saya mengeluarkan tafsir baru terkait prasasti Ranu Kumbolo, yaitu angka 7441 merujuk pada tahun 1447 Saka atau 1525 M,” kata Ismail.

Lihat juga...