Koro Pedang, Bahan Pangan yang Jarang Dibudidayakan

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Jenis koro pedang tegak genjah sebutnya bisa berbunga saat umur 2 bulan. Penggemburan tanah dengan pupuk menjadi cara meningkatkan produksi.

Rata-rata satu pohon bisa menghasilkan lima tangkai berbentuk pedang. Proses penanaman dengan sistem tumpang sari jadi salah satu cara memaksimalkan produksi koro pedang.

“Koro pedang kerap dianggap beracun karenanya mulai jarang dibudidayakan petani, padahal kaya protein,” ungkapnya.

Suyatinah mengaku bisa memanen sekitar 100 kilogram biji koro pedang. Biji koro pedang kering bisa disimpan sebagai bibit.

Sebagian hasil panen dipergunakan sebagai bahan pembuatan tempe. Budidaya tanpa perawatan yang maksimal namun hasil bahan pangan berprotein, membuat ia menanam bersama dengan tanaman jagung, kacang tanah.

Wahyudi, petani di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang bilang, menanam koro pedang sejak empat tahun silam. Meski memiliki kandungan toksin atau zat racun proses pengolahan yang benar menjadikan koro pedang bahan pangan kaya protein.

Perlu cara memasak khusus agar kandungan racun dalam kacangnya hilang. Ia mengolahnya menjadi tempe koro melalui proses perendaman, perebusan, fermentasi.

“Proses perendaman setelah direbus memakai abu gosok lalu dibilas dan direndam agar racun hilang atau netral,” ulasnya.

Sebagai komoditas pertanian yang kaya protein, Wahyudi menyimpan bibit koro pedang untuk masa tanam berikutnya. Budi daya koro pedang sebutnya jadi salah satu warisan keluarganya dalam menyediakan cadangan bahan pangan.

Biji kering koro pedang yang disimpan dalam wadah kedap udara bahkan bisa bertahan hingga satu tahun. Diolah menjadi tempe koro menjadikan kuliner itu istimewa untuk disajikan.

Lihat juga...