Kena PHK Karena Covid-19, Pemuda ini Justru Sukses Jadi Pembudidaya
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
“Setelah usaha budidaya ulat hongkong bisa berjalan, saya lalu ingin mencoba budidaya burung murai batu. Namun karena tidak punya modal, saya pun harus membeli burung murai batu dengan cara dicicil. Cicilnya tidak pakai uang, tapi pakai sistem barter dengan pakan berupa ulat hongkong dan jangkrik,” jelasnya.
Setiap hari, selama hampir tiga bulan, Agus pun lalu menyetorkan pakan pada salah seorang temannya pembudidaya burung murai batu. Dari situlah ia akhirnya bisa memiliki 4 ekor anakan senilai Rp2,7juta. Yang kemudian ia pelihara hingga dewasa.
“Karena harus menyetor jangkrik setiap hari sebagai syarat barter burung murai, saya akhirnya mulai belajar budidaya. Sama seperti ulat Hongkong, saya pun awalnya juga hanya mengambil jangkrik dari peternak senior untuk kemudian saya jual keliling,” ungkapnya.
Kini usaha budidaya ulat Hongkong serta jangkrik Agus telah berjalan. Ia bahkan memiliki sejumlah petani yang rutin menyetorkan hasil produksinya. Setiap minggunya Agus setidaknya bisa menjual ulat hongkong sebanyak 60 kilo dengan nilai jual 36-40 ribu rupiah per kilo. Sedangkan untuk jangkrik ia mampu menjual sampai 20 kilo per minggu dengan nilai jual 30-35 ribu rupiah per kilo.
“Setelah memelihara burung murai batu, saya jadi sering ke tempat-tempat latihan burung kicauan. Dari situ saya jadi punya banyak kenalan para pemain ataupun peternak burung murai batu. Mereka-mereka itu lah yang akhirnya menjadi pelanggan, untuk saya setori pakan ulat Hongkong serta jangkrik setiap hari. Saat ini ada sekitar 30-an peternak burung murai yang jadi pelanggan saya,” ungkapnya.
Berawal dari 4 ekor anakan burung murai batu yang ia barter dengan ulat Hongkong serta jangkrik, kini Agus telah memiliki sebanyak 4 pasang burung murai batu dewasa yang ia tangkarkan. Satu ekor pasang murai batu miliknya bahkan sudah mampu menghasilkan dua ekor anakan dengan nilai jual Rp1-1,2 juta per ekor.