Soal RUU Kejaksaan, Ini Catatan Kritis Dua Fraksi

Ketentuan tersebut, menurut dia, juga melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Poin ketiga, menurut dia, terkait kewenangan penyadapan yang diatur dalam Pasal 30 huruf (e) RUU Kejaksaan yang menyebutkan di bidang pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan.

“Penyadapan pada dasarnya adalah pembatasan terhadap hak konstitusional warga negara. Untuk itu, pelaksanaannya harus atas seizin Institusi lain sebagai mekanisme ‘check and balance’ agar tidak timbul penyalahgunaan wewenang. Misalnya dalam UU Narkotika penyadapan oleh BNN dilakukan setelah mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri,” ujarnya.

Dia menilai penyadapan dalam usaha penertiban dan ketenteraman umum dikhawatirkan akan melanggar jaminan, perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dia mengatakan poin keempat terkait Jaksa aktif dalam pencarian kebenaran dan rekonsiliasi yang disebutkan dalam Pasal 30E ayat (1) RUU Kejaksaan bahwa Jaksa turut serta dan aktif dalam proses pencarian kebenaran dan rekonsiliasi atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan.

Aturan itu, menurut dia, bertentangan dengan Pasal 12 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM yang dengan tegas menyebutkan Jaksa Agung sebagai Penyidik dan Penuntut Umum dalam perkara pelanggaran HAM berat.

Lihat juga...