Soal RUU Kejaksaan, Ini Catatan Kritis Dua Fraksi
JAKARTA — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki mengatakan fraksinya memberikan enam catatan kritis terhadap revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang harus diperhatikan dalam proses pembahasannya di Komisi III DPR.
Pertama, menurut dia, terkait kewenangan penyelidikan dan penyidikan Jaksa yang diatur dalam RUU tersebut, padahal Pasal 1 angka 6 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pokoknya dengan tegas menyebutkan bahwa jaksa merupakan penuntut umum, sedangkan tugas penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh Kepolisian.
“Namun RUU Kejaksaan dalam beberapa pasal di dalamnya menyebutkan dan mengatur bahwa tugas dan kewenangan jaksa tidak hanya sebagai penuntut umum (Pasal 1 angka 1), tapi juga melakukan wewenang penyelidikan (Pasal 30 C) dan penyidikan (Pasal 30 huruf d),” kata Zainuddin dalam Rapat Baleg dengan agenda harmonisasi RUU Kejaksaan di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Dia mengatakan RUU KUHAP telah masuk dalam Prolegnas 2020-2024, sehingga ketentuan penyidikan dan penyelidikan perlu memperhatikan serta menunggu pembahasan RUU KUHAP sebagai payung hukum atau panduan beracara hukum pidana.
Zainuddin menjelaskan poin kedua terkait perlakuan istimewa terhadap Jaksa, di Pasal 8A ayat (1) RUU Kejaksaan menyebutkan “Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa beserta anggota keluarganya berhak mendapatkan pelindungan negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
“Ketentuan ini perlu ditinjau ulang karena aparat penegak hukum lain seperti Kepolisian dan KPK yang memiliki risiko pekerjaan yang lebih berbahaya tidak memiliki keistimewaan seperti itu,” ujarnya.