Manfaatkan Potensi Hutan dengan Budi Daya Lebah Madu
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Belajar dari pengalaman maupun pembudidaya lain, Rian akhirnya berhasil membudidayakan lebah untuk diambil dan dijual madunya. Ia menerapkan sistem gembala. Yakni dengan menempatkan sarang lebah yang telah berhasil ditangkarkan ke tengah hutan selama berbulan-bulan, agar mereka mencari makan secara alami.
“Pertama kita harus mencari koloni lebah di alam dengan cara memasang kandang jebakan. Proses ini dilakukan dengan menebar puluhan kandang jebakan di berbagai titik lokasi hutan. Lalu didiamkan hingga beberapa minggu bahkan bulan,” katanya.
Setelah ada koloni lebah dengan ratu yang bersarang di kandang jebakan, ia lalu akan mengambilnya dan menempatkannya di kandang budi daya. Caranya adalah dengan membuat ratu lebah tidak bisa keluar dari gelodok/kandang budi daya.
“Setelah ratu lebah bertelur, ambil ratu lebah tersebut dan buang. Sehingga akan muncul ratu lebah baru. Tunggu sampai ratu lebah baru ini dewasa, sehingga siap bertelur untuk membuat koloni baru. Proses ini bisa berjalan sekitar 1 bulan,” katanya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan proses karantina. Yakni memantau pembentukan koloni lebah yang baru hingga sempurna. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk proses ini berlangsung sekitar satu bulan lamanya.
“Setelah koloni lebah terbentuk secara sempurna, baru kita bisa bawa gelodok/sarang lebah ke tengah hutan. Agar mereka bisa mencari makan secara alami. Biasanya dalam waktu satu tahun, kita bisa memanen madu sebanyak 2 kali,” ungkapnya.
Beberapa tahun silam, Rian mengaku bisa menghasilkan madu hutan asli hingga sebanyak 3-5 botol sirup ukuran 750 ml dalam satu koloni kandang lebah. Tapi akibat semakin minimnya ketersediaan pakan alami lebah di hutan, saat ini satu koloni/satu glodok, paling banyak hanya bisa menghasilkan madu sebanyak 1 botol kecil ukuran 200 ml saja.