Infrastruktur Pertanian Era Presiden Soeharto Sokong Swasembada Beras di Palas-Sragi

Editor: Koko Triarko

“Semula saluran irigasi dibangun permanen, namun karena usia dan erosi sungai, sebagian amblas. Namun, tetap bisa mengalirkan air dengan tanggul saluran irigasi bisa dijadikan akses jalan pertanian, distribusi barang dan mobilitas orang, terutama kegiatan pertanian,” terang Hendi, Rabu (31/3/2021).

Menurut Hendi, infrastruktur pada era Presiden Soeharto merupakan peninggalan program pembangunan lima tahun (Pelita). Berbasis sektor pertanian pondasi kuat itu masih bisa dinikmati petani untuk mendapat pasokan air. Lancarnya infrastruktur irigasi yang selanjutnya ditingkatkan pada masa kepemimpinan presiden berikutnya, menjaga ketersediaan air.

Sejumlah saluran primer, tersier sebagian dihubungkan dengan bendungan, kanal menjadi sumber pengairan lahan pertanian. Meski sudah dibangun sejak 1983 hingga 1985, namun irigasi tersebut menjadi penyokong swasembada pangan. Hingga kini, kawasan ribuan hektare menyumbang pasokan Gabah Kering Panen (GKP). Sejumlah pemodal asal Lampung hingga Banten, membeli gabah untuk diolah menjadi beras.

“Sebagian gabah hasil panen diolah pada sejumlah pabrik untuk menjadi beras Palas dengan kemasan disuplai ke sejumlah pasar,”cetusnya.

Memasuki masa tanam penghujan atau rendengan, petani kerap tidak mengalami kesulitan air. Namun saat musim panen kemarau atau gadu, petani tetap bisa menggarap lahan sawah dengan sistem pembagian air. Area sawah yang lebih rendah dari kanal membuat petani kerap memanfaatkan pompa air. Infrastruktur kanal membantu petani bisa menggarap lahan maksimal dua kali setahun.

Hendi bilang, khusus di wilayah Sragi, Palas, petani sering mengalami surplus gabah. Hasil panen bahkan sebagian dibeli oleh tengkulak asal Banten dan Jawa Barat. Membeli dalam bentuk GKP, selanjutnya gabah akan dikeringkan menjadi gabah kering giling (GKG). Meski menjual gabah hingga 2 ton dari total panen 5 ton, ia masih bisa menyimpan beras.

Lihat juga...