Adaptasi Jadi Hal Penting Hadapi Perubahan Iklim

Editor: Koko Triarko

Kapus Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, -Dok: CDN

“Berdasarkan GRA 2021, risiko yang akan kita hadapi adalah karena kegagalan adaptasi pada perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Dan, ini sangat mempengaruhi ekonomi dunia,” ucapnya lagi.

Dan, berdasarkan Future Climate, dinyatakan jika laju pemanasan global tetap seperti kondisi tahun ini, maka target pembatasan pemanasan global di bawah 1,5 derajat akan tercapai antara 2032 -2050, dengan gas rumah kaca pada 2030 tidak boleh melebihi 25-30 gigaton CO2.

“Fakta menyampaikan, bahwa 2020 merupakan tahun terpanas ke tiga, setelah 2016 dan 2019, dan periode 2015-2020 merupakan enam tahun terpanas yang tercatat dan energy balance terus mengalami kenaikan,” ungkapnya.

Suhu sudah meningkat 1,2 derajat di atas suhu pada periode 1850-1900, karena adanya peningkatan ketinggian muka laut dengan rata-rata 3,31 milimeter per tahun. Indonesia sendiri termasuk yang memiliki tingkat ketinggian muka laut yang meningkat di atas rata-rata.

“Memang, komposisi atmosfer Indonesia berdasarkan pemantauan di GAW Kototabang, menunjukkan konsentrasi CO2 berada di bawah rata-rata dunia, yaitu 411.1 ppm berbanding 415.02 ppm. Tapi baik Indonesia maupun dunia, menunjukkan tren kenaikan 2 ppm per tahun. Konsentrasi Metana, N2O dan SF6 juga menunjukkan kenaikan tren yang sama,” tuturnya.

Hal ini, menurut Ardhasena terjadi karena peningkatan polusi berkaitan erat dengan aktivitas berbasis rute karbon.

“Kaitannya dengan ekonomi, makin tinggi aktivitas perekonomian suatu daerah, maka potensi polusi juga akan makin tinggi. Yang terjadi karena pergerakan ekonomi dan kehidupan keseharian masih berbasis rute karbon. Dan, makin tinggi polusi maka peluang terjadi asidifikasi juga akan makin tinggi,” urainya.

Lihat juga...