MUI: Wakaf Uang Pilar Pembangunan Nasional

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, wakaf uang sebagai pilar pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan ekonomi nasional.

Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, Sholahudin Al-Aiyub mengungkapkan, selama ini wakaf hanya dikenal tiga pemanfaatannya, yakni untuk masjid, madrasah dan makam.

Kesemua itu bersifat aset tidak bergerak atau aset tetap. Padahal menurutnya, ada jenis wakaf yang likuid yaitu wakaf uang yang pemanfaatannya tidak terbatas, yakni bisa untuk pengembangan program kemaslahatan umat dan bahkan pembangunan insfratruktur.

“Wakaf itu harus produktif dan sustaible, hartanya harus tetap terjaga. Begitu juga tata kelolanya dapat dialokasikan, utamanya untuk kemaslahatan umat. Wakaf ini disebut shadaqah jariyah, yakni sedekah yang pahalanya terus mengalir,” ungkap Ayub, kepada Cendana News saat dihubungi Selasa (9/2/2021).

Lebih lanjut dia menegaskan, bahwa wakaf berupa aset tidak boleh dijual. Hanya manfaat dan hasil kelolanya yang dapat ditasarufkan, begitu juga dengan wakaf uang tidak boleh berkurang hasil investasinya.

Sehingga jelas dia, investasi wakaf uang tidak bisa langsung digunakan. Namun harus melalui mekanisme instrumen keuangan.

“Misalnya melalui sukuk. Wakaf uang diinvestasikan melalui pembelian sukuk negara,” tukasnya.

Kemudian wakaf uang itu oleh negara  digunakan untuk membangun infrastruktur. Dalam hal pembangunan ini, menurutnya, negara harus membayar semacam kompensasi, yang kemudian menjadi imbal hasil sukuk.

Hasil investasi dana wakaf atau imbal hasil ini dapat dialokasikan untuk membiayai kemaslahatan umat. “Nah, saat tenor sukuk telah selesai, uang wakaf itu dikembalikan lagi pada nazhir wakaf,” ujarnya.

Lihat juga...