Di Tuktuk, Aku Mengenangmu

CERPEN T. SANDI SITUMORANG

“Wajar saja orangtua merindukan anaknya. Apa kau tinggal jauh dari rumah ayahmu?”

“Sangat jauh,” desis lelaki itu pelan.

Ajaklah ayahmu tinggal bersamamu, hampir saja kalimat itu keluar dari bibirku. Tiada hakku mencampuri hidupnya.

Tidak lama ia pamit pergi. Padahal hujan masih rapat.

“Namaku Manggale. Siapa namamu?” Ia bertanya setelah mendarat di punggung kuda.

“Bagus Sulistyo.”

Lelaki itu tersenyum. “Kau terlihat sangat lelah. Jadi, teruskanlah perjalananmu, Bagus Sulistyo.”
Keningku terangkat, apa haknya menyuruhku menerobos hujan? Hendak kubantah ucapan itu, namun sebentar saja tubuhnya menghilang dalam rimbunan hujan.

Lima belas menit kemudian aku menyerah. Kukayuh sepeda sembari menikmati butiran air tumpah di tubuhku.

Sudah lama sekali aku tidak mandi hujan seperti ini. Terakhir aku melakukannya bersamamu, Rona. Setelah kita lelah menanti hujan reda, di serambi kampus.

“Apakah anak raja bernama sigale-gale?” Waktu itu, di bawah hujan aku bertanya, melanjutkan ceritamu tentang sigale-gale.

“Anak raja bernama Manggale. Sigale-gale itu bahasa Batak, artinya Si Lemah Lembut.”

Aku terperanjat sampai sepedaku berhenti tiba-tiba.

Anak raja bernama Manggale, terngiang suaramu di telingaku.

Namaku Manggale, kata lelaki itu tadi.

Tengkukku terasa jauh lebih dingin. Kukayuh sepeda lebih cepat. Apakah mereka orang yang sama?
Itu membuatku sangat sedih. Andai saja ayah bisa menerima keadaan.

Kukayuh pedal sepeda sekuat kaki, padahal jalan di depanku hanya berupa bayangan. Terus saja suara lelaki itu seperti mengikuti dari belakang.

Ronauli, apakah kau juga sedih aku selalu mengais-ngais masa lalu kita?

Lihat juga...