Pedagang Kuliner di Lamsel Terdampak Kenaikan Harga Cabai
Editor: Koko Triarko
Nurhayati menyebut, tetap mempergunakan sambal dari cabai yang dihaluskan. Alih-alih memakai saus sambal instan pelengkap menikmati otak-otak, siomay, rujak tahu akan lebih nikmat ketika disajikan dengan sambal segar. Permintaan otak-otak mentah yang belum dibakar, menurutnya meningkat sejak pergantian tahun dan awal tahun. Sebab, otak-otak bisa dibakar untuk acara keluarga.
Idayati, pedagang kuliner pecel dan karedok yang identik dengan sambal pedas, mengaku ikut terpengaruh harga cabai merah. Pedagang kuliner di Bakauheni itu menyebut konsumen kerap meminta pecel dengan level kepedasan yang berbeda. Menggunakan sayuran, sambal berbahan cabai kedua jenis bahan baku tersebut mengalami kenaikan harga.
“Sayuran dan cabai merupakan jenis komoditas yang mengalami hambatan pasokan, terutama saat musim penghujan oleh faktor cuaca,” bebernya.
Cabai yang dibeli, sebut Idayati, merupakan jenis rawit dan caplak. Kedua jenis cabai tersebut dijual rata-rata Rp80.000 per kilogram. Sebagai solusi untuk mengurangi biaya produksi, ia mengurangi pembelian cabai rawit di pasar. Menanam cabai dengan polybag dan di kebun menjadi cara baginya untuk mendapatkan bahan baku sambal. Ia akan membeli cabai di pasar, saat pasokan cabai dari kebun miliknya berkurang.
Maimunah, pedagang cabai di antaranya cabai rawit, caplak, merah dan keriting, menyebut kenaikam harga sudah terjadi sepekan sebelum Natal. Hingga awal tahun baru, sejumlah pedagang mendapatkan pasokan terbatas dari distributor.
Petani yang menanam cabai terkendala oleh cuaca penghujan berimbas pada harga tingkat distributor, naik. Imbasnya pengecer cabai menaikkan harga dua kali lipat dibanding harga normal.