Petani Terpaksa Keluarkan Biaya Ekstra untuk Atasi Hama
Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Wayan Sutame, petani jagung di Desa Sumur, Ketapang menyebut pada lahan dua hektare miliknya dibuat sistem guludan. Antisipasi penanaman jagung musim rendengan dengan curah hujan tinggi menjadi cara meminimalisir kerugian. Memasuki masa pemupukan kedua ia menggunakan jenis Urea, NPK,Phonska dan SP-36.
“Alokasi pupuk sudah diberikan satu bulan sebelum tanam sehingga petani tidak kesulitan saat masa pemupukan,” cetusnya.
Kendala yang dihadapi sebutnya pada organisme pengganggu tanaman (OPT). Meski dilakukan penanganan serentak pada tanaman ia memastikan saat penghujan pestisida dan herbisida kurang efektif. Penyemprotan kerap terhambat ketika hujan turun bahkan usai penyemprotan pestisida dan herbisida kerap bersih tercuci air hujan. Kelembaban tinggi saat penghujan juga berimbas penyakit bulai (Peronosclerospora).
Penggunaan insektisida kontak dosis tinggi sebutnya jadi pilihan. Namun harga yang mencapai ratusan ribu setiap botolnya berimbas biaya operasional membengkak.
Operasional penanaman jagung yang tinggi sebutnya kerap tidak sebanding dengan harga jual jagung. Sebab pada panen sebelumnya perkilogram jagung hanya seharga Rp3.100 meski harga pernah mencapai level Rp4.000 per kilogram.
Selain petani jagung, musim tanam rendengan juga berimbas pada petani padi dan cabai. Wayan Reka, petani cabai menyebut kendala kala penghujan adalah hama trip atau daun kerititing dan busuk buah.