Perluas Evaluasi Kebijakan Edhy Prabowo Sampai Perizinan

JAKARTA  – Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, menyatakan evaluasi yang dilakukan pascapenangkapan Edhy Prabowo jangan berhenti hanya soal izin ekspor benih lobster, tetapi harus diperluas ke kebijakan perizinan lainnya.

Abdi Suhufan mengingatkan bahwa selain izin benih lobster, sistem perizinan lain pada sektor kelautan dan perikanan perlu mendapat pengawasan semua pihak terutama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Terdapat kewenangan perizinan lain di KKP yang rawan seperti pertambakan, tata ruang pesisir dan laut, reklamasi dan izin kapal ikan,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, potensi pidana korupsi terkait kasus ekspor benih lobster walaupun nilainya kecil, tetapi bisa berdampak psikologis dan menjadi semacam peringatan bahwa sektor kelautan dan perikanan masih rawan terjadi praktik korupsi.

“Dampak psikologisnya besar dan jika tidak terungkap akan menjadi pintu masuk praktik korupsi lain di sektor kelautan dan perikanan,” kata Abdi.

Ia berpendapat besarnya kewenangan perizinan di KKP ini jika tidak ditata dengan baik akan mengundang praktik percaloan atau broker yang berkelindan dengan kekuasaan atau oligarki.

Kondisi tersebut, lanjutnya, mesti diantisipasi dengan menutup celah korupsi kebijakan, suap dan percaloan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat.

“Caranya dengan membangun sistem pencegahan korupsi di internal KKP dan pilih orang baik yang berintegritas,” kata Abdi.

Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menyatakan persoalan terkait ekspor benih lobster memiliki permasalahan baik dari segi hulu hingga ke segi hilirnya.

Lihat juga...