Umbi Garut, Cadangan Pangan Warga Lamsel di Kala Paceklik
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Suyatinah terlihat sibuk mencabut tanaman yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Tanaman tersebut terlihat seperti penghias tanaman, namun sejatinya menjadi bahan pangan. Warga asal Yogyakarta yang menetap di Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, itu menyebut sedang memanen garut. Umbi berwarna putih terlihat usai batang dicabut.
Suyatinah mengaku sejak puluhan tahun silam membudidayakan garut. Tradisi leluhurnya sebagai petani memanfaatkan garut sebagai cadangan pangan kala paceklik. Garut pada era 1990-an digunakannya sebagai pengganti beras kala gagal panen. Meski kini bahan makanan melimpah, garut tetap ditanamnya sebagai alternatif bahan kuliner.

Suyatinah menanam ratusan rumpun garut di lahan miliknya. Garut menjadi bahan pembuatan sejumlah kuliner. Paling sederhana, ia membuat tepung garut setelah proses pemarutan yang menghasilkan pati. Pati garut bisa diolah menjadi bubur, cendol, puding, yang memiliki kandungan karbohidrat, serat, protein dan vitamin.
“Metode pengawetan umbi garut yang telah dipanen saya lakukan dengan merebusnya, memipihkan dengan kayu lalu menjemurnya sebagai bahan pembuatan manggleng, seperti keripik, sehingga bisa digoreng sewaktu-waktu sebagai camilan,” terang Suyatinah, saat ditemui Cendana News, Sabtu (7/11/2020).
Tanaman yang kerap disebut ararut dan irut, sebutnya, bahkan kerap menjadi penganan hanya dengan merebusnya. Pada zaman paceklik, Suyatinah menyebut umbi bahkan nikmat dimakan mentah. Sebab, rasa manis umbi yang masih muda bisa menjadi alternatif makanan. Umbi yang diolah dengan perebusan bisa dimakan bersama dengan gula merah dan parutan kelapa.