Membeli Bahan Bakar Nuklir Bukan Solusi Bagi Indonesia

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Jumlah bahan bakar untuk pembangkit tenaga nuklir dinyatakan jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar konvensional seperti batu bara dan minyak bumi dalam menghasilkan energi yang sama, juga biaya untuk membelinya relatif tidak lebih mahal, namun membeli bahan bakar nuklir bukanlah solusi bagi Indonesia jika ingin mengembangkan teknologi nuklir.

Pakar Eksplorasi Uranium Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), I Gde Sukadana, ST., M.Eng., menjelaskan uranium disebut sebagai bahan bakar yang seksi, karena 1 gram uranium yang sudah mengalami pengayaan itu setara dengan 112 kg batu bara.

“Artinya, untuk menghidupkan pembangkit listrik berkapasitas 1.000 MWe selama setahun, kita membutuhkan maksimal 21 ton uranium. Atau setara dengan 970.000 ton gas alam atau 1.310.000 ton minyak bumi, atau 2.360.000 ton batu bara,” kata Gde, dalam acara online tentang bahan radioaktif dan mineral strategis, Selasa (24/11/2020) malam.

Pakar Eksplorasi Uranium Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), I Gde Sukadana, ST, MEng., dalam acara online tentang bahan radioaktif dan mineral strategis, Selasa (24/11/2020) malam, -Foto: Ranny Supusepa

Harga uranium di market internasional per setengah kilogramnya adalah 29,7 Dolar Amerika. Memang tidak tinggi harganya, setiap negara bisa membelinya untuk memenuhi kebutuhan pemanfaatan teknologi nuklir sebagai energi suatu negara.

Jika dibandingkan dengan harga acuan yang dikeluarkan Ditjen Minerba KESDM per Juni, yaitu 52,98 Dolar Amerika Serikat per ton, maka bisa dilihat perbandingannya cukup signifikan.

Lihat juga...