Ujian Keimanan dan Kesabaran
OLEH: HASANUDDIN
Di dalam surah Al-Furqon ayat 43-44 Allah swt berfirman:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tiada lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (daripada binatang ternak itu).
Tantangan keimanan bagi umat Islam memang semakin hari, akan semakin berat. Menghadapi aneka ujian, tantangan dan cobaan itu, Allah dan Al-Quran menganjurkan agar umat Islam mengambil sabar dan salat sebagai penolong mereka. Namun Allah juga menegaskan bahwa bukanlah hal yang mudah untuk dapat menjadikan sabar dan salat itu sebagai penolong. Diperlukan sikap ‘khusyu’ dalam kehidupan, agar seseorang dapat memperoleh kemampuan bersabar dalam menegakkan salat. Sudah barang tentu, saolat dimaksud tidak semata memenuhi prosedur fiqh-nya saja. Namun juga mesti disertai dengan ma’rifat kepada Allah swt.
Dalam skala kehidupan sosial kenegaraan, tantangan akan hal ini tentu tidaklah mudah. Arus globalisasi, liberalisme, sekularisme dan tentu saja materialisme, merupakan ancaman bagi kehidupan sosial keagamaan.
Di sisi lain, kelompok yang disebut sebagai “orang-orang yang beriman”, “orang-orang yang bertauhid”, “orang-orang yang bersyukur”, memang senantiasa minoritas pada setiap fase perkembangan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka yang menentang ayat-ayat Allah, mendurhakai para Nabi dan Rasul-Nya, mengatakan Al-Quran hanyalah omong kosong belaka, senantiasa mayoritas dalam masyarakat.
Sebab itulah, bukan hal yang mudah untuk mempertahankan keimanan kepada Allah swt. Apa yang dilakukan oleh Paus di atas sesungguhnya membuka misteri besar yang selama ini di sembunyikan oleh “tahta suci” Vatikan. Bahwa jubah yang mereka kenakan, dan berbagai simbol-simbol keagamaan mereka hanyalah topeng belaka. Krisis legitimasi para pasteur di gereja-gereja Katolik, akibat terbongkarnya sejumlah skandal pelecehan seks, baik biseks, maupun homo seks yang terjadi ribuan tahun di balik tembok-tembok gereja, akhirnya tidak lagi mampu mereka tutupi.