Objek Bea Meterai Juga Dikenakan Untuk Dokumen Elektronik
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Setelah 20 tahun, tarif bea materai akhirnya resmi naik menjadi Rp10.000 dari sebelumnya, Rp3.000 dan Rp6.000. Kenaikan tarif yang akan mulai berlaku pada 1 Januari tahun depan ini, turut mendongkrak target penerimaan pajak lain dalam APBN 2021.
“Penerimaan pajak lain dalam APBN memang mostly dari bea meterai. Menjadi Rp12 triliun pada 2021 dari awalnya Rp7 triliun. Untuk 2020 belum selesai, kami enggak tahu jumlahnya berapa,” ujar Dirjen Pajak, Suryo Utomo, dalam Media Briefing, Rabu (30/9/2020).
Melalui UU Bea Meterai terbaru, objek bea meterai diperluas dari yang semula hanya dokumen perdata berupa kertas, menjadi dokumen perdata, baik kertas maupun dokumen elektronik. Perlakuan yang sama antara dokumen kertas dan elektronik akan menciptakan fairness atas perlakuan dokumen.
Rencananya, peluncuran meterai digital akan berbarengan dengan meterai satu tarif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai yang baru saja disahkan di DPR.
“Infrastruktur meterai, khususnya elektronik, kami siapkan. Mudah-mudahan 3 bulan ini selesai, 1 Januari kita bisa luncurkan meterai, tidak hanya yang tempel, tapi khususnya meterai yang sifatnya elektronik,” tukas Suryo.
Lebih lanjut Suryo menjelaskan, nantinya rantai distribusi meterai elektronik juga akan diatur agar dapat dengan mudah sampai di tangan konsumen. Meski demikian, Suryo belum menjelaskan secara rinci mekanisme distribusi yang akan dirancang.
“Distribusi meterai digital tersebut bisa dibuat seperti pulsa elektronik, ada sejumlah agen yang menjadi penjual meterai kepada pelanggan,” papar Suryo.
Pada forum yang sama, Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP, Iwan Djuniardi, menyebut sistem pembayaran meterai elektronik atau e-meterai ini nantinya akan berisi kode khusus, seperti pulsa.