Apa jawaban suaminya yang tukang tambal ban itu? Ternyata:
“Aku gemetar Nyi, pertanyaan-pertanyaanmu itu juga mengungkit pikiranku,” nadanya penuh getar. Istrinya diam, lalu tersenyum. Percakapan suami-istri itu mengulur panjang. Berkecamuk mengalahkan suara erik jangkrik dan belalang yang masih tersisa di kapling suwung.
“Aku menurut Kang Sali saja. Semua keputusan Kang Sali pasti baik..” kata istrinya. Sali menelan ludah. Ludah keheranan sekaligus kebahagiaan. Inilah istri pemberian Tuhan yang benar-benar dirasakan sangat baik. Patuh pada suami, meskipun hanya seorang penambal ban.
“Betul Nyi, kamu menuruti semua keputusanku ya?” rasa ragu bergelayutan kencang. Seperti serentet jemuran yang berjejer sepanjang tali tertimpa angin.
“Aku sudah menduga, pasti akan mengalami keadaan seperti ini Bapak,” adu sang isteri kepada Pak Sali sebagai suami.
“Santai saja Nyi, tanpa mereka kita toh juga makan to Nyi,” santai jawabannya. Pikiran Bu Sali yang semula mau melampiaskan kemarahan, malah kini mengikuti jalan pikiran suaminya yang positif.
***
IBU-IBU yang baru mulai siap mengirisi daging kambing mendadak terkejut. Tanpa diketahui dari mana beritanya, mendadak Pak Sali menuntun seekor sapi yang lumayan besar!
Dia memakai kostum sopan: Celana panjang hitam, baju batik yang dilapisi kaos siap kerja. Semua mata terperangah. Termasuk bapak-bapak yang belum tahu kalau Sali akan mengorbankan dengan tulus ikhlas seekor sapi jantan.
“Maaf, sapi yang akan saya korbankan ini diserahkan siapa ya?” tanya Pak Sali lugu. Beberapa orang saling pandang. Tidak ada yang berani menjawab. Berkelebat rasa ragu. Mengguncang batin. Mereka merasa dikurung mimpi ajaib.