Pentingnya Asuransi Pertanian di Wilayah Rawan Bencana
JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menekankan pentingnya petani memiliki asuransi pertanian khususnya di daerah rawan bencana, yang kini diperparah dengan perubahan iklim.
Peneliti CIPS, Galuh Octania ,dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, mengatakan, bencana alam yang ekstrem dapat mengancam kelangsungan sektor pertanian di dalam negeri, khususnya produksi.
Studi yang dilakukan Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2015 menemukan bahwa 25 persen total kerusakan dan kehilangan akibat bencana alam berdampak pada sektor pertanian negara berkembang.
“Sudah saatnya potensi bencana yang rawan menimpa Indonesia dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pertanian. Upaya antisipasi perlu dijalankan supaya dampak dari bencana tersebut dapat diredam seminimal mungkin dan memungkinkan sektor pertanian tetap bisa berjalan,” jelas Galuh.
Menurut dia, petani di Indonesia kerap dihadapkan pada risiko ketidakpastian produksi akibat gagal panen serta terkadang harus menanggung sendiri beban kerugian yang dialami.
Tercatat total lahan usaha tani yang terdampak banjir dan kekeringan hampir mencapai 1 juta hektare pada periode 2003 hingga 2008.
“Petani Indonesia pun secara umum selalu memiliki dua masalah utama, yaitu mereka tidak mempunyai modal untuk memulai bercocok tanam atau mereka tidak mempunyai perlindungan efektif jika mereka mengalami kerugian akibat gagal panen,” ucapnya.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, maka asuransi pertanian pun diperkenalkan.
Disusul dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2015 yang lebih mengatur implementasi asuransi pertanian di Indonesia, maka pada 2015 tersebut, program ini mulai dijalankan di Indonesia.