Tuduhan Adanya Mafia Pembuatan Sertifikasi Halal, Fitnah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Seperti halnya lembaga sertifikasi lain. Misalnya sertifikasi mutu maupun sertifikasi lainnya, dalam menjalankan tugas dan fungsinya LPPOM MUI memang mengutip pembiayaan dari perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal.
“Dengan besaran dan skema yang telah disepakati oleh pihak perusahaan yang dituangkan dalam akad, jadi bersifat sukarela,” urainya.
Untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Perpajakan, LPPOM MUI telah pula ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). “Sehingga LPPOM MUI harus dan telah memenuhi semua aturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku, termasuk Laporan Keuangan LPPOM MUI yang harus diperiksa oleh akuntan publik,” tukasnya.
Sedangkan mengenai biaya sertifikasi halal LPPOM MUI meliputi antara lain, biaya pendaftaran, biaya audit, analisis laboratorium (jika diperlukan analisis laboratorium), dan biaya sosialisasi serta edukasi halal.
Komponen biaya tersebut sudah diketahui oleh pihak pemohon sertifikat halal sejak awal melakukan pendaftaran secara online melalui Sistem Sertifikasi Online LPPOM MUI (Cerol SS 23000).
“Basis perhitungan biaya sertifikasi halal dilakukan per sertifikat halal, bukan jumlah item produk,” jelas Lukman.
Penjelasan ini menurutnya, perlu disampaikan mengingat masih ada sementara pihak yang berasumsi bahwa sertifikasi halal dihitung berdasarkan jumlah produk seperti halnya label cukai. Misalnya, cukai minuman, rokok, dan sejenisnya.
Sebagai ilustrasi, hingga Juni 2020 LPPOM MUI telah mengeluarkan sebanyak 2.662 Sertifikat Halal bagi 2.180 perusahaan, dengan jumlah produk mencapai 125.703 produk.
“Artinya, biaya sertifikasi halal yang diterima oleh LPPOM MUI adalah berasal dari 2.662 sertifikat halal, bukan dari 125.703 produk,” terang Lukmanul Hakim yang menjabat Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat.