Perlunya Sosialisasi Menghilangkan Stigma Negatif Nuklir
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Sosialisasi penggunaan nuklir sebagai sumber energi bersih, masih harus dilakukan dengan cara yang lebih efektif. Baik untuk meyakinkan masyarakat terkait keamanannya dan juga bagi para pemegang keputusan terkait kebermanfaatan jangka panjang untuk kesejahteraan Indonesia. Karena stigma negatif yang melekat dari kata nuklir, lebih besar efeknya dalam pola pemikiran masyarakat dan pemegang keputusan dibandingkan manfaat yang bisa didapatkan.
Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Geni Rina Sunaryo, menyatakan, dari hasil pengaplikasian energi baru terbarukan yang ada saat ini sebagai sumber energi bersih, masih mengalami kendala.
“Angin dinyatakan tidak stabil, surya yang hanya bergantung pada Matahari juga menjadi kendala. Padahal energi yang dibutuhkan adalah energi stabil untuk 24 jam,” kata Geni dalam seminar online Perempuan Bicara Nuklir, Jumat (24/7/2020).
Sementara penghasil energi yang memanfaatkan air, memiliki kendala pada kebutuhan lahan yang luas sementara energi yang dihasilkannya tidak besar.
“Belajar dari Kedungombo, butuh berapa banyak daerah yang harus ditenggelamkan. Belum angka kematian akibat kecelakaan juga termasuk tinggi,” katanya lebih lanjut.
Sehingga alternatif untuk mendirikan PLTN muncul sebagai sumber energi bersih.
“Dan dari jajak pendapat pun, terlihat masyarakat menunjukkan dukungan. Walaupun sosialisasi tetap harus dilanjutkan,” ucapnya.
Karena, lanjutnya, nuklir masih hanya dikaitkan dengan gempa, bahaya radiasi dan potensi harga listrik menjadi mahal. Padahal dalam pengembangannya, nuklir sudah memasuki ranah pertanian, peternakan, kesehatan bahkan industri.