Kemenkes Tetapkan Biaya Tertinggi ‘Rapid Test’ Rp150.000
Editor: Koko Triarko
Terkait sanksi, Tri Hesty mengaku Kementerian Kesehatan belum menetapkan sanksi nyata. Namun, Kementerian Kesehatan akan melihat lebih lanjut terkait berbagai aspek yang berhubungan dengan penetapan harga tersebut, baik dari sisi masyarakat, tempat layanan kesehatan, tenaga medis, serta para distributor dan penyedia alat rapid test.
“Saya rasa dengan adanya distributor-distributor yang juga ikut membantu, dengan harga yang juga bisa bersaing, tentu akan lebih membantu rumah sakit. Itu yang kita harapkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Lia G. Partakusuma, menyambut baik adanya regulasi harga rapid test, dan mengatakan keputusan yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan tersebut merupakan keputusan yang tepat, agar harga dari rapid test di berbagai tempat pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit bisa terkendali.
“Apa pun itu, kami sangat menyambut baik. Bahwa, memang harus ada patokan. Kalau tidak akan sangat jadi tidak terkendali,” sebutnya.
Dokter Lia juga menekankan pentingnya tetap mematuhi protokol kesehatan, meskipun seseorang telah dinyatakan nonreaktif. Hal tersebut karena bisa menjadi antibodinya belum terbentuk dan banyak yang menyepelekan setelah hasil tes cepatnya nonreaktif.
“Kami mengimbau kepada seluruh rumah sakit untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut, agar sama-sama mencapai tujuan yang diinginkan, yakni menenangkan masyarakat dan sama-sama memutus rantai penularan Covid-19 di Indonesia,” ungkapnya.