Utang

CERPEN PANGERANG P. MUDA

Sehari-hari, Ojali juga mesti terus membiayai kebutuhan keluarga dengan dua anak yang masih bersekolah. Renteng masalah itu di samping membuat omelan bininya bertambah nyaring, membuatnya pula kian mati akal.

Akhirnya Ojali pasrah saja, membiarkan cicilan utang motor itu terus berjalan, dari bulan ke bulan, membuat bunga utangnya terus pula berbunga; sampai dengan kedatangan dua orang suruhan Tuan Ambang yang membuatnya terheran-heran: dengan cara apa ia telah membayar, sampai Tuan Ambang bilang setuju dengan cara penyelesaian utangnya?
***
DUA setengah hari Ojali menimbang sebelum bernyali ke rumah Tuan Ambang. Sempat mampir di pikirannya ia sengaja dipancing ke sana, dan orang-orang Tuan Ambang sudah siap mengepruknya.

Namun, melihat tak satu pun orang Tuan Ambang muncul, membuat Ojali memperbesar nyali. Sahibul bait tertawa-tawa senang melihatnya datang. Setelah ia duduk, Tuan Ambang sejenak ke ruang dalam, dan keluar membawa seikat uang lembaran seratus ribu.

Uang itu diletakkan di depan Ojali, diiringi maklumat, “Saya berusaha adil, saya tidak ingin ada yang merasa dirugikan. Jadi kelebihan harganya, setelah dipotong total utang kamu, saya bagi dua. Separuh sudah diambil istrimu, dan ini separuhnya untuk kamu. Seperti itu keinginan istrimu. Percayalah, besaran harganya memang cuma segitu di pasaran.”

Mulut Ojali menganga, tidak paham, yang disambut ngakak Tuan Ambang. “Dengar-dengar, kamu ada masalah dengan istrimu, ya? Biasalah dalam rumah tangga, perempuan kalau kebutuhan belanjanya tidak tercukupi tentulah marah-marah. Makanya dengan cara pembayaran model begini, saya rasa sudah cocok, kok. Istrimu dapat bagian, kamu dapat bagian, utangmu lunas semua. Betapa adilnya.”

Lihat juga...