Bung Karno & Pak Harto (Bagian 3)

OLEH NOOR JOHAN NUH

Selanjutnya Jenderal AH Nasution meminta kepada Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro untuk menolak penunjukannya sebagai pimpinan harian Angkatan Darat karena Mayor Jenderal Soeharto sedang memimpin operasi.  Alasan Nasution,  tidak mudah menghentikan operasi.

Meminta Presiden Meninggalkan Halim

Bukannya menyampaikan permintaan maaf kepada Bung Karno melalui Kolonel KKO Bambang Wijanarko, Pak Harto malah meminta kepada kolonel itu  agar presiden meninggalkan Halim sebelum tengah malam.

Hari itu, tiga kali Pak Harto tidak bersesuaian dengan Bung Karno. Setelah mendapat telepon dari Kolonel Bambang Wijanarko bahwa presiden sudah berada di Istana Bogor, Mayor Jenderal Soeharto memerintahkan Kolonel Sarwo Edi menyerbu Halim Perdana Kusuma.

Esok paginya,  setelah mendapat laporan dari RPKAD bahwa landasan pacu dan hanggar pesawat di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma sudah dikuasai, Pak Harto  mengirim surat untuk Bung Karno  yang diantar oleh kurir ke Istana Bogor, sebagai berikut:

Bapak Presiden,

Berkah Bapak, situasi dapat kami kuasai. Usaha kami dengan rekan-rekan selalu menjauhkan pertumpahan darah dapat berhasil pula. Laporan lengkap akan segera kami sampaikan. Nuwun dawuh lan nyadong deduko bila saya bertindak lancang.

Anakda

Soeharto

Anakda Nyuwun Dawuh”

Surat berisi laporan atas tindakan mengatasi pemberontakan G30S ditulis dengan nada santun serta sarat ungkapan Jawa, sangat jelas menunjukkan perasaan hormat kepada Bung Karno. Sesuai tradisi Jawa, Pak Harto menempatkan diri sebagai anak yang melapor kepada orang tuanya, Bung Karno.

Siang hari, melalui radio militer, Presiden Soekarno memanggil Mayor Jenderal Soeharto untuk datang ke Istana Bogor. Dapat dipastikan Bung Karno sudah menerima surat dari Pak Harto hingga tiga hal yang tidak bersesuaian antara keduanya sebelumnya tidak dipermasalahkan di pertemuan itu.

Lihat juga...