Biaya Pemulihan Ekonomi Nasional Capai Rp589,65 Triliun

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) merilis total biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp589.65 triliun. Angka tersebut tidak masuk alokasi anggaran Kesehatan sebesar Rp87,55 triliun.

“Jadi anggaran kesehatan itu bersifat khusus, merupakan prioritas utama, berada di luar program PEN,” ujar Kepala BKF, Febrio Nathan Kacaribu, dalam jumpa pers yang dilakukan secara virtual, Kamis (4/6/2020) di Jakarta.

Pemerintah membagi penyaluran anggaran PEN dalam dua skema, yakni skema dari sisi demand sebesar Rp205,20 triliun, lalu skema dari sisi supply sebesar Rp384,45 triliun.

Demand itu maksudnya sisi pengeluaran untuk masyarakat. Sementara supply itu adalah pengeluaran untuk dunia usahanya,” tandas Febrio.

Secara lebih rinci, sisi demand itu terbagi kedalam program jaminan sosial yang meliputi; program keluarga harapan (PKH), sembako, bansos jabodetabek, bansos non-jabodetabek, prakerja, diskon listrik, logistik/pangan/sembako, dan BLT dana desa, yang total anggarannya mencapai Rp203,9 triliun. Serta insentif perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar Rp1,3 triliun.

“Fokus kami di sisi ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat, bahkan agar mereka bisa survive (bertahan), agar kebutuhan dasar mereka bisa beli,” kata Febrio.

Sementara dari sisi demand, pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp35 triliun untuk subsidi bunga, penempatan dana untuk mendukung program restrukturisasi UMKM sebesar Rp82,2 triliun, penjaminan Rp12 triliun, penyertaan modal negara (PMN) 15,5 triliun, talangan modal kerja Rp19,65 triliun, insentif perpajakan 123,01 triliun, dukungan pemda Rp14,7 triliun, pariwisata Rp3,8 triliun, program padat karya K/L Rp18,44 triliun, pembiayaan koperasi Rp1 triliun, dan cadangan pelunasan Rp58,87 triliun.

Lihat juga...