Hujan Akibatkan Harga GKP Petani di Lamsel, Anjlok

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Laksmi menambahkan proses pemanenan padi saat penghujan tidak bisa dilakukan pada lahan sawah. Petani seperti dirinya dan suami memilih melakukan proses pemotongan dengan ani-ani atau sabit.

Batang padi yang dipotong hanya pada bagian bulir akan dirontokkan dengan mesin dos atau digilas dengan alu kayu. Sebagian batang padi yang roboh menyulitkan petani memanen dengan mesin pemanen (combine harvester).

Laksmi juga mengaku sulit mendapatkan tenaga kerja panen. Pasalnya sebagian warga yang dominan kaum wanita menjalankan ibadah puasa. Sebagai solusi ia memilih memanen padi dan membawanya ke rumah dengan karung.

Sesampainya di rumah padi akan dirontokkan setelah proses penjemuran. Sistem tersebut dilakukan agar padi tidak terendam air di sawah dalam waktu lama.

“Sebagian padi yang masih normal bisa dijual namun sebagian akan disimpan untuk stok selama Ramadan hingga Idul Fitri,” bebernya.

Suyatinah, salah satu warga yang telah memanen padi miliknya belum selesai mengeringkan padi selama dua pekan. Memanen sekitar tiga ton GKP ia menjemur padi dengan terpal. Sebanyak dua ton GKP menurutnya masih memiliki kadar air rendah.

Suyatinah, warga Desa Pasuruan Kecamatan Penengahan Lampung Selatan mengangkat padi yang setengah kering usai proses penjemuran selama setengah hari, Minggu (10/5/2020) – Foto: Henk Widi

Ia masih bisa menjual per kilogram GKP seharga Rp3.700 atau mendapatkan Rp7,4 juta untuk penjualan dua ton gabah.

Proses pengeringan selama penghujan menurutnya butuh waktu lama. Sebab sejak awal Mei hujan kerap turun, dalam sepekan panas rata-rata hanya selama empat hari.

Lihat juga...