Warga Pesisir Bakauheni Masih Mencium Bau Belerang GAK

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Sebagian warga di Pesisir Kecamatan Rajabasa, Bakauheni, Lampung Selatan, dan sekitarnya mencium aroma belerang (sulfur), yang diduga berasal erupsi Gunung Anak Krakatau.

Marjaya, salah satu nelayan bagan asal Dusun Kubang Gajah, Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni, menyebut aroma sulfur sudah tercium sejak Jumat (10/4/2020) malam. Aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) disebutnya menjadi penyebab aroma tersebut.

Marjaya mengaku diberi kabar oleh warga yang tinggal di dekat pesisir. Ia pun mendatangi pantai untuk mengecek kondisi bagan apung miliknya. Meski sebagian warga sempat mengungsi ke dataran tinggi karena takut tsunami, warga lain mulai kembali beraktivitas. Sebagian warga nelayan yang memiliki perahu menepikan perahu ke daratan.

Andi Suardi, Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, saat dikonfirmasi Cendana News, Sabtu (11/4/2020). -Foto: Henk Widi

Kondisi pantai Minangrua usai erupsi GAK, menurut Marjaya masih tetap normal. Ia mengaku masih trauma dengan kejadian tsunami pada 22 Desember 2018 silam. Sebab, erupsi GAK menjadi penyebab terjangan ombak yang merusak sebagian fasilitas nelayan di pesisir. Ia berharap, erupsi GAK tidak mengganggu aktivitas nelayan.

“Erupsi Gunung Anak Krakatau memang membuat kuatir, apalagi saat ini muncul di media sosial aktivitas gunung di laut, sebagai nelayan kami tetap waspada dan beraktivitas seperti biasa,” terang Marjaya, Sabtu (11/3/2020).

Hasan, nelayan lain di pantai yang sama mengaku melihat kondisi laut dipenuhi belerang. Aroma menyengat berasal dari material vulkanik yang terbawa air laut. Meski demikian, ia menyebut belerang yang dikeluarkan oleh GAK dan terbawa arus laut tidak membahayakan. Sebelumnya, ia pernah mengalami hal yang sama usai erupsi GAK pada 2018 silam.

Lihat juga...