Permintaan Kendil Alat Memasak Jamu Meningkat Imbas Corona

Editor: Makmun Hidayat

Pada kondisi normal sebelum virus corona muncul Trihandayani hanya memproduksi sekitar puluhan kendil. Semenjak corona ia bisa memproduksi rata-rata 100 kendil per pekan. Sebab sebagian kendil diminta oleh pedagang pengecer selain memenuhi permintaan konsumen langsung. Pengerjaan kendil dari tanah liat, proses pengeringan hingga pembakaran secara manual membuat pesanan dikerjakan bersama warga lain.

“Pengerjaan pembuatan kendil dilakukan oleh tiga orang sehingga bisa cepat diselesaikan,” cetusnya.

Membuat sebanyak 100 kendi dengan harga rata-rata Rp15.000 saja ia menyebut bisa mendapatkan hasil Rp1,5 juta. Selain kendil yang kerap digunakan untuk membuat jamu, Trihandayani juga membuat sejumlah gerabah tanah liat. Jenis peralatan yang dibuat meliputi cobek, kreweng, padasan, gentong, kuwali, anglo, mplok mplok dan peralatan dari tanah liat.

Mumun ,salah satu penjual jamu tradisional menyebut kendil kerap digunakan untuk proses perebusan bahan jamu. Meski alat memasak modern mudah diperoleh ia masih memanfaatkan kendil. Sebanyak lima kendil digunakan untuk proses merebus atau sekedar menumbuk bahan jamu. Jamu tradisional atau empon empon yang digunakan meliputi jahe, kunyit, brotowali dan sejumlah bahan lain.

“Menggunakan kendil yang terbuat dari tanah liat membuat jamu bisa lebih enak dan menghindari kontaminasi dengan logam,”cetusnya.

Jenis jamu yang dihasilkan meliputi pahitan, kunyit asem,beras kencur dan jamu lainnya. Semua jenis jamu tersebut dijual keliling. Sebab selama pandemi corona permintaan akan jamu meningkat. Jamu tradisional menurutnya bisa digunakan untuk menjaga stamina tubuh. Terlebih kondisi cuaca yang kerap berubah membuat jamu diminati warga untuk meningkatkan stamina tubuh.

Lihat juga...