Harga Jagung Terus Merosot Rugikan Petani di Lamsel

Editor: Makmun Hidayat

“Jika harga tidak terkatrol naik lebih baik jual gelondongan karena lebih efesien hanya keluar biaya buruh petik dan angkut,” cetusnya.

Bambang menyebut musim panen tahun ini berbarengan dengan pandemi Covid-19. Ia dan sejumlah petani mengaku meski dilarang berada di luar rumah memilih tetap bekerja. Sebab tanaman jagung yang tidak segera dipanen berpotensi berkecambah di pohon. Terlebih dalam kondisi musim penghujan jagung yang akan dijemur butuh sinar matahari yang maksimal.

Ahmad Widodo, petani di Gunung Botol,Kecamatan Penengahan mengaku harga jagung berpotensi akan lebih anjlok. Pasalnya saat panen awal April belum memasuki masa panen raya. Sebagai humas Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lamsel itu ia menyebut merosotnya harga jagung merugikan petani dan berimbas kesejahteraan petani akan terdampak.

Jagung dengan harga Rp3650 per kilogram untuk kualitas bagus diakuinya belum sesuai dengan biaya operasional. Normalnya harga jagung di level petani bisa mencapai Rp4.800 lebih. Harga jagung gelondongan yang pernah mencapai angka Rp120.000 dan anjlok hingga Rp70.000 disebutnya membuat petani serba salah. Sebab tanpa dijual petani tidak bisa mengembalikan hutang sementara jika dijual harga cukup murah.

Ahmad Widodo mengaku KTNA Lamsel sudah berusaha menyampaikan keluhan petani jagung. Kepada pemerintah melalui Dinas Pertanian, Kementerian Pertanian ia berharap petani jagung diperhatikan. Sebab biaya operasional yang sebagian diperoleh dengan berutang dipastikan akan sulit dikembalikan jika harga jagung anjlok.  Biaya operasional yang tidak bisa menutup modal membuat petani merugi.

Lihat juga...