Harga Jagung Terus Merosot Rugikan Petani di Lamsel
Editor: Makmun Hidayat
Kartinah menambahkan biaya operasional untuk per hektare lahan jagung menurutnya cukup besar. Sebab dari biaya pengolahan lahan, pupuk, obat dan buruh ia mengeluarkan biaya hingga Rp5juta. Memasuki masa panen biaya yang dikeluarkan mencapai Rp4juta. Total pengeluaran hingga Rp10juta menurutnya bisa dikeluarkan sekali masa tanam. Hasil yang berkisar Rp16juta menurutnya hanya bisa digunakan menutupi biaya operasional.
Kesulitan petani jagung diakuinya harga jagung tidak beranjak naik. Sementara modal untuk menanam jagung selama ini merupakan modal pinjaman. Modal pinjaman diberikan dalam bentuk bibit sekitar 5 kampil (perkampil berisi 5 kilogram). Selain itu pinjaman dalam bentuk pupuk,obat obatan diberikan oleh bos pengepul yang akan menampung hasil panen jagung milik petani.
“Pasrah saja harga jagung anjlok meski sudah menyampaikan aspirasi tetapi belum bisa mengatrol harga jagung di level petani,” cetusnya.
Merosotnya harga jagung diakui juga oleh Bambang, petani di Desa Gandri, Kecamatan Penengahan. Ia menyebut memilih melakukan proses pemanenan jagung tanpa langsung menjual. Sistem upahan panen dilakukan untuk menghindarkan buah jagung dari hujan. Hasil panen sekitar 300 karung per hektare menurutnya sudah cukup lumayan. Sebab saat masa tanam lahannya terimbas hama ulat grayak.
Bambang menyebut terus mencari informasi harga jagung gelondongan dan pipilan. Sebab selisih harga memberinya kesempatan untuk menjual dalam bentuk pipilan dan gelondongan. Petani umumnya memilih lebih praktis menjual gelondongan. Sebab dengan sistem pipilan ia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk upah mesin pemipil.