Saksi Ahli: Sanksi Hukum Koruptor Harus Luar Biasa
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menegaskan korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena pembuktiannya sangat sulit. Di samping itu dampak korupsi sangat luas, mulai dari negara, organisasi, parpol, pemerintahan sampai keluarga.
“Untuk itulah, organisasi yang bertujuan memberantas korupsi harus luar biasa dan undang-undangnya juga luar biasa. Sehingga sanksi hukumnya juga harus luar biasa,” kata Abdullah Hehamahua saksi ahli Pemohon di hadapan majelis hakim konstitusi saat sidang uji materil UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) di Gedung MK, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Abdullah mengatakan, orang-orang yang tergabung dalam organisasi pemberantasan korupsi harus luar biasa mulai dari pimpinan sampai pegawainya. Oleh karena itulah sejak merdeka sampai Indonesia merdeka, pembentukan organisasi pemberantasan korupsi berganti-ganti. Sebab lembaga KPK tidak hanya membangun sistem tapi juga manusianya dan sistem mencakup antara lain kode etik, SOP, peraturan kepegawaian.
“Mereka yang bekerja di KPK, dari pejabat sampai pegawai biasa tidak bisa menuliskan laporan harian semaunya sendiri tapi ada aturannya. Oleh karena itu, adanya dewan pengawas di luar SOP, peraturan kepegawaian dan kode etik KPK, hal ini berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan dan kesempatan. Sehingga masyarakat akan menuntut adanya pengawas terhadap dewan pengawas,” jelasnya.
Sementara itu, Bernardinus Herry Priyono menjelaskan mengenai konsep korupsi. Menurutnya korupsi sesuatu yang tertata adalah hal yang tidak korup. Sebaliknya, sesuatu yang tidak tertata dan kacau adalah korup. Setiap ajaran agama dan peradaban masyarakat mana pun punya gagasan mengenai tatanan yang baik. Sejauh itu juga punya gagasan tentang korupsi.