Dampak Covid-19, Petani di Sikka Kesulitan Jual Hasil Kebun
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
MAUMERE – Para petani kembali terpuruk mengingat setelah dampak panas berkepanjangan, kabupaten Sikka provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pun terserang wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Tiba-tiba ada juga wabah Corona membuat aktivitas pasar kian sepi.
Para petani terpaksa bertahan hidup dengan mengkonsumsi padi di ladang dan jagung bagi yang memilikinya. Sementara petani hasil perkebunan seperti kakao, kelapa, mete, cengkeh, kemiri dan lainnya terpaksa gigit jari dan bertahan hidup dengan sisa tabungan.
“Situasi sekarang sulit sekali bagi petani setelah kemarau panjang. Hasil kebun banyak yang tidak beli karena pasar pun sepi. Akibat adanya larangan ke luar rumah,” kata Adrian Sari, petani desa Wolowiro kecamatan Paga, kabupaten Sikka, NTT, Senin (30/3/2020).

Warga yang tinggal di perbatasan antara kabupaten Sikka dan Ende sejauh sekitar 70 kilometer arah barat kota Maumere ini mengaku, tidak bisa menjual hasil perkebunan karena pembeli yang datang ke desa pun tidak ada lagi.
Sejak merebaknya virus Corona, aktivitas di pasar harian seperti pasar Paga, Lekebai di kecamatan Mego maupun pasar Watuneso di perbatasan yang masuk wilayah kabupaten Ende, sangat sepi dari pembeli.
“Kakao satu kilonya dijual seharga Rp.10 ribu tapi itu pun jarang karena sekarang belum musim panen. Tanaman mete juga sudah selesai musim panen sementara kelapa tidak ada yang beli karena pengusaha asal Surabaya sudah jarang datang ke kampung,” ujarnya.