Rayakan Galungan, Umat Hindu di Lamsel Memasang Penjor

Editor: Makmun Hidayat

Made Suyatno menyebut ia memperbaiki penjor yang sempat roboh akibat angin kencang. Penjor yang memiliki makna bakti tersebut, tingginya sekitar tujuh meter. Bambu utuh yang melengkung pada bagian ujung diberi hiasan yang dikenal dengan nama sampian penjor. Hiasan sampian penjor merupakan sanggah lengkap dengan sesajennya.

Sejumlah perlengkapan yang dipasang meliputi umbi-umbian, buah-buahan, biji-bijian, daun-daunan dan uang. Semua bahan yang diperoleh berasal dari tempat tinggal menyimbolkan hasil bumi. Namun dalam kemajuan zaman kini banyak warga yang membeli semua bahan penjor dari pengrajin. Nilai satu penjor bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan tergantung hiasan yang dipasang.

“Meski penjor dibuat oleh pengrajin namun isi sesajen tetap disediakan oleh pemilik rumah,” beber Made Suyatno.

Made Putra, pemangku Pure Amerta Sari menyebut penjor dibuat pada sejumlah rumah umat Hindu. Galungan yang dirayakan setiap 210 hari sesuai dengan kalender Bali. Sebagai perayaan umat Hindu yang terlihat meriah oleh penjor Galungan yang dirayakan selama sepuluh hari. Perayaan tersebut menjadi hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan).

Pembuatan penjor yang banyak ditemui pada desa yang dominan memeluk Hindu dilakukan secara mandiri atau gotong royong. Ia menyebut penjor kini sudah menjadi sarana untuk hiasan sekaligus memiliki nilai religi. Umat Hindu yang memasang penjor yang menurutnya memaknainya sebagai simbol kerendahan hati.

“Penjor juga memiliki makna filosofi agar umat Hindu semakin tinggi derajatnya harus semakin rendah hati,” beber Made Putra.

Made Putra, Pemangku Pura Amerta Sari Desa Sri Pendowo Kecamatan Ketapang Lampung Selatan seusai doa di Pura Sanggah yang ada di depan rumahnya, Minggu (23/2/2020). -Foto: Henk Widi
Lihat juga...