Kisah Sumur Hulu Cai di Kampung Kranggan Bekasi 

Editor: Koko Triarko

BEKASI – Kampung Kranggan, Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat, dikenal sebagai Kampung Kramat yang masih menjaga kearifan lokal, di tengah gempuran teknologi. Kampung tersebut menyimpan sejarah masa silam yang dipercaya turun-temurun, dan terus dilestarikan.

Ada Istilah lain bagi Kampung yang segera dijadikan Kampung Budaya tersebut, yakni Kampung Tujuh Sumur. Ke tujuh Sumur tersebut menjadi tempat pelestarian budaya babaritan setiap tanggal 14 Maulud. Pada malam puncak acara babaritan, warga Kranggan biasanya akan berduyun-duyun mendatangi beberapa sumur yang ada di wilayah setempat untuk mandi bersih diri.

Bahkan, banyak warga dari luar Kampung Kranggan yang datang hanya untuk mengambil air di tujuh sumur Kranggan. Tentunya, mereka memiliki kepercayaan tersendiri pada air tujuh sumur tersebut.

Abah Amit Enjong, juru kunci makam dan Sumur Tegal Surobaya Hulu Cai, di kediamannya, Minggu (9/2/2020). –Foto: M Amin

Tujuh Sumur tersebut adalah Sumur Cai, sumur tersebut memiliki nama asli Tegal Surobaya Hulu Cai. Tapi, sekarang nama Tegal Surobaya Hulu Cai mulai ditinggalkan hingga lebih dikenal dengan sumur Hulu Cai, yang berlokasi di Kelurahan Jati Reden, Kecamatan Jatisampurna.

“Sumur Tegal Surobaya Hulu Cai, menjadi salah satu tempat mandi dari tujuh sumur saat puncak acara budaya Babaritan yang masih terjaga hingga kini di wilayah Kampung Kranggan,” ujar Abah Samit Enjong, salah satu sesepuh Kranggan, juru kunci Sumur Hulu Cai, kepada Cendana News, Minggu (9/2/2020).

Dikatakan, bahwa sumur tua yang dianggap keramat di wilayah Kampung Kranggan ada tujuh, yang dikunjungi untuk mandi kegiatan malam puncak Babaritan sejak nenek-moyang. Pertama adalah Sumur Batu, Sumur Tegal Surobaya Hulu Cai, Sumur Alit, Sumur Tengah, Sumur Buria, Sumur Bandung dan Sumur Binong, yang lokasinya berbatasan dengan Kali Cikeas.

Lihat juga...