Pemondok pun tidak diperbolehkan menerima tamu lawan jenis di kamar. “Dalam perda tersebut juga diatur tentang tata tertib yang harus dimiliki oleh setiap pondokan. Penyusunan tata tertib pun harus melibatkan RT setempat,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Yogyakarta bersama PHRI juga berencana menyusun aturan terkait operasional hotel virtual yang kini menjamur di kota wisata tersebut, untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Sejumlah masukan dari PHRI yang sudah diterima Pemerintah Kota Yogyakarta, di antaranya persaingan usaha antarhotel dan bisnis hotel virtual yang diketahui memanfaatkan berbagai bangunan yang semula tidak diperuntukkan untuk usaha hotel.
Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, menyebut regulasi hotel virtual tersebut akan diawali dari permohonan izin mendirikan bangunan (IMB), sehingga fungsi bangunan yang digunakan untuk operasional hotel sesuai dengan izin yang diberikan.
“Tidak serta merta pondokan dapat dimanfaatkan untuk usaha hotel,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua PHRI DIY, Deddy Pranawa Eryana, yang mengatakan sistem operasional hotel virtual justru berpotensi merugikan konsumen, karena tidak ada standarisasi layanan yang diberikan.
“Perbedaan harga sewa pun terkadang sangat jauh. Saat ‘low season’ bisa sangat murah tetapi saat ‘peak season’ bisa melonjak berkali-kali lipat,” katanya.
Ia juga menyebut, akan menyampaikan permasalahan mengenai operasional hotel virtual tersebut saat pertemuan nasional organisasi tersebut. (Ant)