‘Sekolah Kami’ Bekasi Tampung Anak Pemulung dan Duafa
Editor: Koko Triarko
Sekolah Kami, kata Irina, selama ini berdiri sendiri tanpa bantuan pihak mana pun, bahkan sekolah tersebut diketahui tidak bernaung dalam yayasan atau lemabaga apa pun. Hanya sekadar sekolah begitu saja. Tetapi, dilengkapi dengan bangunan semi permanen menyerupai sekolah alam. Dan, memiliki delapan tenaga pengajar.
Semua peserta didik diarahkan untuk berkarya, dan hasilnya dijual untuk masuk ke dalam tabungan peserta didik. Di samping mengikuti belajar formal, mereka dikaryakan untuk membuat produk tertentu, seperti sabun, tas, tempat tisu dan kerajinan lainnya yang kemudian dipasarkan. Dari hasil penjualan tersebut dibagi sistem fee.
“Peserta didik di Sekolah Kami adalah pemulung, mereka terbiasa membantu orang tua mencari nafkah. Jadi bagaimana mereka senang sekolah, tapi juga dapat uang. Maka, mereka juga berkarya. Seperti main musik dan lainnya. Tapi, belajar formal tetap harus karena nanti mereka ada ujian kelulusan sistem paket,” tandasnya.
Sekolah Kami, kata Irina, tidak mengejar target nilai kurikulum harus selesai. Harus dipahami, bahwa anak-anak tersebut jika disuruh belajar serius, mereka lari, dikasih PR siapa yang ngerjakan, sementara orang tuanya sibuk kerja memulung.
“Yang ingin mereka sekolah itu, saya. Bukan dari keinginan mereka sendiri. Jadi, kami harus membuat mereka betah, pintar, dan berpenghasilan,” ungkapnya.
Bahkan, semua bahan belajar dan kebutuhan untuk peserta didik, termasuk transportasi dan makanan selama jam sekolah ditanggung. Sekolah ini informal dan independen. Tidak di bawah pemerintahan, swasta, atau yayasan apa pun.
Menurutnya, pemerintah itu akan membantu jika sekolah terakreditasi. Sekolah Kami tidak dalam lembaga apa pun, cuma begitu saja dan semua peserta didik tidak memiliki akta lahir. Namun, dia mengaku enak dengan sistem sekarang, bebas dan lebih fokus.