“Kita tentu melihat potensi lahan pertanian mana yang produktif dan tidak termasuk memperhitungkan dan mengukur masa tanam baik di musim penghujan maupun saat masuk kemarau, ini yang menjadi pemikiran bagaimana pangan kita bisa stabil,” ungkapnya.
Ia pun mengulas sejak dirinya menjabat gubernur, terjadi surplus beras di Sulsel, bahkan dikirim ke beberapa provinsi untuk membantu. Hal inilah menjadi bagian dari rumusannya, bagaimana ke depan Indonesia bisa kembali mendapatkan swasembada pangan.
“Mudah-mudahan 100 hari ke depan sistem ini mulai jalan, mohon bantuan dan doanya, menjadi menteri pertanian adalah amanah berat dan tidak mudah, sebab harus menyiapkan makanan kepada 267 juta orang. Tapi sebagai orang bertanggungjawab, saya siap menjalankannya,” lanjut mantan Wakil Gubernur Sulsel ini.
Syahrul optimis, ke depan sistem pertanian akan makin maju, modern dan lebih mandiri. Apalagi saat ini ditunjang dengan teknologi yang bisa diakses siapa saja, asalkan ingin belajar.
“Balai pertanian dan penyuluhan harus turun membawahi desa dan kelurahan, sehingga akan mudah dikendalikan komoditinya. Petani akan diajarkan cara menanam yang baik dengan memanfaatkan teknologi. Bank Tani dan asuransi petani juga mesti diciptakan untuk kesejahteraan mereka,” terang dia.
Disinggung soal generasi milenial yang enggan melirik pertanian, ia mencoba mencari jalan bagaimana anak milenial itu nantinya bisa tertarik mengelola pertanian tanpa harus bekerja layaknya petani.
“Kita dorong anak-anak kita menjadi enterpreneur, anak milenial saat ini bagaimana dia bisa jalan dan bisa menjadi petani tanpa harus memiliki lahan luas, tapi memanfaatkan lahannya untuk bercocok tanam, ini yang sedang dipikirkan juga,” tambah SYL.