Perajin Parang di Keduwair-Sikka Butuh Bantuan Modal
Editor: Koko Triarko
MAUMERE – Parang dan kelewang menjadi kebutuhan setiap warga di kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Parang selain dibutuhkan untuk keperluan di rumah, juga dipergunakan untuk kegiatan di kebun.
Besarnya kebutuhan akan parang membuat industri rumahan yang memproduksi parang tetap bertahan sejak turun-temurun. Salah satunya, sentra pembuatan parang di dusun Keduwair, desa Manu Bura, kecamatan Nelle, kabupaten Sikka.
“Sejak turun-temurun, nenek moyang kami sudah terampil membuat aneka jenis parang, baik ukuran kecil maupun besar. Baik ukuran pendek maupun panjang,” kata Yakob Stefanus, pandai besi atau perajin parang di dusun Keduwair, Selasa (8/10/2019) sore.
Yakob mengisahkan, kelompok Dota Kemit beranggotakan 6 orang dan saban hari tetap membuat parang untuk dijual memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Setiap anggota mampu menghasilkan 3 buah parang dalam sehari. Parang yang dihasilkan tersebut dikumpulkan dan di hari ke tiga baru dijual kepada pedagang pengumpul untuk dijual kembali.

“Biasanya pedagang pengumpul langsung membeli di tempat usaha kami untuk dijual di pasar-pasar di kabupaten Sikka,” ungkapnya.
Aloysius Side, perajin lainnya, mengatakan, besi sebagai bahan baku pembuatan parang dibeli dari pengumpul besi tua. Satu kilogram dibeli seharga Rp13 ribu hingga Rp15 ribu.
Setiap parang yang dibuat, dijual dengan harga Rp35 ribu sampai Rp70 ribu per buah. Setiap parang yang dibuat pasti dibeli pedagang pengumpul.