Pariwisata Syariah Perlu Didukung Peraturan

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkomitmen mendukung keberhasilan percepatan wisata halal Indonesia. Apalagi, gaya hidup halal bukan islamisasi terhadap obyek wisata.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, mengatakan, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor X Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah, perlu ditindak lanjuti dengan peraturan dan ketentuan, agar memiliki legalitas formal yang lebih kuat.

Maka itu, menurutnya, semua komponen bangsa dan pengusaha harus mendorong pengembangan konsep wisata halal sesuai pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN MUI. Yakni, yang dapat diterima oleh semua pihak.

“Menciptakan persamaan persepsi, bahwa wisata halal dan gaya hidup halal bukan berarti islamisasi terhadap obyek wisata yang ada di Indonesia,” kata Wahyuddin, pada konferensi Wisata Halal International dan Rakernas MUI di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya menjadi pusat wisata halal dunia.

Menurutnya, seringkali orang menyederhanakan pariwisata tidak berhubungan dengan masalah agama. Sehingga ada pandangan, pariwisata boleh menabrak aturan-aturan agama, atau  tidak memiliki keterkaitan dengan masalah agama.

Tentu cara pandang ini tidak benar. Karena agama memiliki etos untuk mendorong pariwisata mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta Alam Semesta.

Dengan pemilihan Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai lokasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI, menurutnya, menunjukkan wilayah Indonesia sangat luas, apalagi Lombok dikenal dengan pengembangan wisata halal dan telah meraih penghargaan dunia.

Lihat juga...