BELUM lama ini kita merayakan Hari Aksara Internasional yaitu pada 8 September. Semoga semakin bergema dalam mengurangi buta aksara.
Meski masih ada 3,29 juta atau 1,93% penduduk Indonesia buta aksara tahun 2019. Itu sudah turun dari tahun 2017, ada 3,4 juta penduduk yang buta aksara. Dengan bertambahnya waktu, saya kira angka ini akan terus berkurang.
Anak sekarang rasanya tak ada yang buta aksara. Tiap hari bergaul dengan gadget yang isinya sebagian besar aksara. Terlepas dari itu semua, saya setiap hari juga tak lepas dari aksara. Saya terpesona aksara.
Aksara yang Mempesona
Saya terpesona aksara kuno. Bentuknya yang unik, banyak lengkungnya. Artistik. Kalau melihat candi saya perhatikan tulisan dan huruf kunonya pada relief. Yang paling saya ingat Aksara Pallawa, lalu Aksara Kawi, Jawa kuno.
Di beberapa relief saya abadikan detil tulisannya dengan kamera. Khusus relief tulisan di Candi Sukuh dan sekitarnya saya kumpulkan informasi dari berbagai sumber.
Kenapa Candi Sukuh? Karena itu kampung halaman saya. Ikut senang juga bahwa 600 tahun lalu, nenek moyang saya sudah menulis di batu.
Saya juga senang kalau ke negara lain yang mempunyai huruf sendiri, seperti Thailand, China, Arab. Biasanya saya cari suvenir atau kaos yang ada huruf lokalnya. Juga buku. Saya ingin mengoleksi kaos yang ada huruf lokalnya.
Saya mengoleksi kaos gambar huruf Jawa, huruf Bugis, huruf hieroglif. Bahkan saya punya buku tipis Egyptian Hieroglyphics for Beginners oleh Hisham K El-Hennawy, terbit tahun 2005, yang saya beli dari Museum Nasional Mesir di Kairo.
Saya punya jam dengan huruf Arab, juga lukisan kaligrafinya. Dulu, di rumah saya ada hiasan kaligrafi huruf Jawa berbentuk tokoh Semar dan Mbelung. Nanti kalau ke India, Rusia atau Turki mau mencari kaos dengan huruf negara tersebut. Saya anggap mewakili dunia literasi.