Harga Murah, Petani Enggan Panen Tembakau

Editor: Mahadeva

MATARAM – Meningkatnya produksi tembakau di musim tanam tahun ini, membuat harga-nya mengalami penurunan. Di level petani, harga turun drastis dibandingkan harga tahun sebelumnya.

Harga satu kuintal tembakau basah, saat ini hanya Rp160.000 hingga Rp.170.000. Akibat harga murah tersebut, petani memilih tidak memetik, dan membiarkan daun tembakau mengering di pohon. Hal itu dimaksudkan untuk menjualnya dalam bentuk daun kadaluarsa (KL). “Harganya terlalu murah, makanya lebih baik biarkan mengering di pohon, jadi daun KL untuk dijual, dengan harga Rp.5.000 per-kuintal” kata Lilik, petani tembakau di Lombok Tengah, Senin (9/9/2019).

Selain harga murah, pembeli yang datang juga jarang. Kalaupun ada, mereka datang dengan harga murah. Jika dihitung dengan upah buruh untuk memetik dan mengangkut daun tembakau, dari sawah ke pinggir jalan petani mengalami kerugian.

Upah buruh petik, setengah hari saja, satu orang Rp25.000. Sementara, satu kali petik dibutuhkan lima sampai 10 orang buruh. “Belum lagi, upah buruh yang angkut daun tembakau yang telah dipetik, satu orang upahnya Rp50.000,” jelasnya.

Sementara, jika dihitung dengan harga jual tembakau, tidak banyak yang didapat petani. Belum memperhitungkan biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk proses penanaman, perawatan, hingga masa panen.

Asnaningsih, petani tembakau lain menyebut, daun tembakau miliknya laku dibeli setelah daun yang tersisa di bawah setengah batang. “Pilihannya, kalau tidak ada yang membeli dan langsung bayar di tempat, lebih baik biarkan mengering jadi daun KL, bisa dijual juga, meski pendapatannya sedikit, daripada tidak ada sama sekali. “Meski harga daun KL hanya Rp5.000 perkuintal, lumayan bisa untuk menambah belanja keluarga. Sementara hasil pembayaran daun basah, digunakan untuk menutup biaya produksi, termasuk hutang pembelian pupuk selama pertumbuhan tembakau.

Lihat juga...