Petani di Lamsel Kesulitan Air

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Menjelang masa penyiangan gulma pada lahan padi, sejumlah petani di Lampung Selatan (Lamsel) justru kesulitan air. Penyiangan gulma membutuhkan air yang banyak, agar proses pembersihan gulma dapat dilakukan dengan mudah.

Sutrisno, petani di Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan, menyebut, tanaman padi usia 25 hari setelah tanam (HST), miliknya bahkan mengalami kekeringan. Akibat sulitnya memperoleh air, ia harus membendung siring alam yang debitnya juga mulai menyusut.

Menurutnya, lahan sawah yang dialiri air akan memudahkan proses penyiangan. Sebab, gulma rumput jenis gejawan, kawatan yang berakar cukup dalam, sulit dicabut saat tanah dalam kondisi kering.

Sulitnya mendapat pasokan air, kata Sutrisno, diakibatkan penggunaan air terbagi dengan petani lain. Sebagai petani anggota Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A), sejumlah petani secara bergantian menggunakan air.

Sistem penggenangan (ngelep) kerap dilakukan dua hari sebelum proses matun dilakukan. Sebab, tanpa adanya penggenangan air, penyiangan gulma tidak maksimal.

Sutrisno,membendung air siring dari Sendang Pasuruan untuk menggenangi lahan sawah untuk proses matun, Senin (9/9/2019). -Foto: Henk Widi

“Pembersihan gulma dengan herbisida masih ditunda karena umur padi masih muda, alih-alih ingin membasmi gulma, petani kuatir tanaman padi ikut mati, sehingga matun sebagai cara manual pembersihan gulma rumput lebih efektif dilakukan,” ungkap Sutrisno, saat ditemui Cendana News, Senin (9/9/2019).

Debit air siring yang menyusut berimbas air secara alami tidak bisa mengalir ke lahan persawahan. Sutrisno memilih menggunakan karung diisi tanah dan pasir sebagai bendungan. Sejumlah batu serta batang bambu dipergunakan sebagai penguat bendungan. Saat air mencapai ketinggian yang sejajar dengan sawah, air bisa dialirkan. Kemarau yang berlangsung empat bulan membuat siring alam mengandalkan air dari mata air sendang bersumber dari Gunung Rajabasa.

Lihat juga...